Selasa, 31 Desember 2013

Optika


Interferensi Cahaya
Interferensi adalah penjumlahan superposisi dari dua gelombang cahaya atau lebih yang menimbulkan pola gelombang yang baru.
Interferensi terjadi jika terpenuhi dua syarat berikut ini:
1.      Kedua gelombang cahaya harus koheren, dalam arti bahwa kedua gelombang cahaya harus memiliki beda fase yang selalu tetap, oleh sebab itu keduanya harus memiliki frekuensi yang sama.
2.      Kedua gelombang cahaya harus memiliki amplitude yang hampir sama.
Jika kedua gelombang yang terpadu sefase, maka terjadi interferensi konstruktif (saling menguatkan). Gelombang resultan memiliki amplitudo maksimum. Jika kedua gelombang yang terpadu berlawanan fase, maka terjadi interferensi destruktif (saling melemahkan). Dengan kata lain jika beda fasenya adalah 180 derajat, maka kedua gelombang saling menghilangkan. Gelombang resultan memiliki amplitudo nol.
Interferensi cahaya bisa terjadi jika ada dua atau lebih berkas sinar yang bergabung. Jika cahayanya tidak berupa berkas sinar, maka interferensinya sulit diamati. Interferensi cahaya sulit diamati karena dua alasan:
  1. Panjang gelombang cahaya sangat pendek, kira-kira 1% dari lebar rambut.
  2. Setiap sumber alamiah cahaya memancarkan gelombang cahaya yang fasenya sembarang (random) sehingga interferensi yang terjadi hanya dalam waktu sangat singkat.
Untuk menghasilkan pasangan sumber cahaya kohern agar dapat menghasilkan pola interferensi adalah :
  1. Sinari dua (atau lebih) celah sempit dengan cahaya yang berasal dari celah tunggal (satu celah). Hal ini dilakukan oleh Thomas Young.
  2. Dapatkan sumber-sumber kohern maya dari sebuah sumber cahaya dengan pemantulan saja. Hal ini dilakukian oleh Fresnel. Hal ini juga terjadi pada pemantulan dan pembiasan (pada interferensi lapisan tipis).
  3. Gunakan sinar laser sebagai penghasil sinar laser sebagai penghasil cahaya kohern.
Pola interferensi dua cahaya diselidiki oleh Fresnel dan Young. Fresnel melakukan percobaan interferensi dengan menggunakan rangkaian dua cermin datar untuk menghasilkan dua sumber cahaya kohern dan sebuah sumber cahaya di depan cermin. Young menggunakan celah ganda untuk menghasilkan dua sumber cahaya kohern.
1. Percobaan Fresnel
Gambar 8. Diagram eksperimen interferensi Fresnel.
Bayangan sumber cahaya monokromatis S0 oleh kedua cermin (S1 dan S2) berlaku sebagai 2 sumber cahaya kohern yang pola interferensinya ditangkap oleh layar.
Pada gambar diatas, sumber cahaya monokromatis S0 ditempatkan di depan dua cermin datar yang dirangkai membentuk sudut tertentu. Bayangan sumber cahaya S0 oleh kedua cermin, yaitu S1dan S2 berlaku sebagai pasangan cahaya kohern yang berinterferensi. Pola interferensi cahaya S1dan S2ditangkap oleh layar.
Jika terjadi interferensi konstruktif, pada layar akan terlihat pola terang. Jika terjadi interferensi destruktif, pada kayar akan terlihat pola gelap.
 2. Interferensi celah ganda Young
Pada eksperimen Young, dua sumber cahaya kohern diperoleh dari cahaya monokromatis yang dilewatkan dua celah. Kedua berkas cahaya kohern itu akan bergabung membentuk pola-pola interferensi
Gambar 9. Skema eksperimen Young
Inteferensi maksimum (konstruktif) yang ditandai pola terang akan terjadi jika kedua berkas gelombang fasenya sama. Ingat kembali bentuk sinusoidal fungsi gelombang berjalan pada grafik simpangan (y) versus jarak tempuh (x). Dua gelombang sama fasenya jika selisih jarak kedua gelombang adalah nol atau kelipatan bulat dari panjang gelombangnya.
Gambar 10. Selisih lintasan kedua berkas adalah d sin θ
Berdasarkan gambar di atas, selisih lintasan antara berkas S1dan d sin θ, dengan d adalah jarak antara dua celah.
Jadi interferensi maksimum (garis terang) terjadi jika
d sin θ = n λ, dengan n =0, 1, 2, 3, …
Pada perhitungan garis terang menggunakan rumus di atas, nilai n = 0 untuk terang pusat, n = 1 untuk terang garis terang pertama, n = 2 untuk garis terang kedua, dan seterusnya.
Interferensi minimum (garis gelap) terjadi jika selisih lintasan kedua sinar merupakan kelipatan ganjil dari setengah panjang gelombang. Diperoleh,
d sin θ = (n – ½ )λ, dengan n =1, 2, 3, …
Pada perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas, n = 1 untuk terang garis gelap pertama, n = 2 untuk garis gelap kedua, dan seterusnya. Tidak ada nilai n = 0 untuk perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas.
3. Interferensi pada lapisan tipis
Interferensi dapat terjadi pada lapisan tipis seperti lapisan sabun dan lapisan minyak. Jika seberkas cahaya mengenai lapisan tipis sabun atau minyak, sebagian berkas cahaya dipantulkan dan sebagian lagi dibiaskan kemudian dipantulkan lagi. Gabungan berkas pantulan langsung dan berkas pantulan setelah dibiaskan ini membentul pola interferensi.
Gambar 11. Interferensi cahaya pada lapisan tipis
Seberkas cahaya jatuh ke permukaan tipis dengan sudut datang i. Sebagian berkas langsung dipantulkan oleh permukaan lapisan tipis (sinar a), sedangkan sebagian lagi dibiaskan dulu ke dalam lapisan tipis dengan sudut bias r dan selanjutnya dipantulkan kembali ke udara (sinar b).
Sinar pantul yang terjadi akibat seberkas cahaya mengenai medium yang indeks biasnya lebih tinggi akan mengalami pembalikan fase (fasenya berubah 180o), sedangkan sinar pantul dari medium yang indeks biasnya lebih kecil tidak mengalami perubahan fase. Jadi, sinar a mengalami perubahan fase  180o, sedangkan sinar b tidak mengalami perubahan fase. Selisih lintasan antara a dan b adalah 2d cos r.
Oleh karena sinar b mengalami pembalikan fase, interferensi konstruktif akan terjadi jika selisih lintasan kedua sinar sama dengan kelipatan bulat dari setengah panjang gelombang (λ). Panjang gelombang yang dimaksud di sini adalah panjang gelombang cahay pada lapisan tipis, bukan panjang gelombang cahaya pada lapisan tipis dapat ditentukan dengan rumus:
λ = λ0/n.
Jadi, interferensi konstruktif (pola terang) akan terjadi jika
2d cos r = (m – ½ ) λ ; m = 1, 2, 3, …
dengan m = orde interferensi.
interferensi destruktif (pola gelap) terjadi jika
2d cos r = m λ ; m = 0, 1, 2, 3, …

4. Cincin Newton
Fenomena cincin Newton merupakan pola interferensi yang disebabkan oleh pemantulan cahaya di antara dua permukaan, yaitu permukaan lengkung (lensa cembung) dan permukaan datar yang berdekatan. Ketika diamati menggunakan sinar monokromatis akan terlihat rangkaian pola konsentris (sepusat) berselang-seling antara pola terang dan pola gelap.
Jika diamati dengan cahaya putih (polikromatis), terbentuk pola cincin dengan warna-warni pelangi karena cahaya dengan berbagai panjang gelombang berinterferensi pada ketebalan lapisan yang berbeda. Cincin terang terjadi akibat interferensi destruktif.
Gambar 12. Pola cincin newton hasil interferensi
Cincin di bagian luar lebih rapat dibandingkan di bagian dalam. Dengan R adalah jari-jari kelengkungan lensa, dan panjang gelombang cahaya dalam kaca adalah λ, radius cincin terang ke-n, yaitu rn dapat dihitung dengan rumus
dengan m = 1, 2, 3, … adalah nomor urut cincin terang.
Sedangkan radius cincin gelap ke-n, yaitu  rn dapat dihitung dengan rumus
dengan m = 1, 2, 3, … adalah nomor urut cincin gelap.
Perlu diingat bahwa panjang gelombang λ pada persamaan di atas adalah panjang gelombang cahaya dalam kaca (lensa) yang dapat dinyatakan dengan: λ = λ0/r, di mana λ0 adalah panjang gelombang cahaya di udara dan n adalah indeks bias kaca (lensa)

Sumber :
Anonim. 2013. Interferensi Cahaya. (http://smart-pustaka.blogspot.com/search/label/interferensi-cahaya/ diakses 23 maret 2013)
Fendi dan Purwoko. 2009 . Physics for Senior High School Year XII. Jakarta : Yudhistira.
Kanginan, Marthen. 2006 . Fisika untuk SMA Kelas XII. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Tienkartina. 2010. Interferensi Cahaya. (http://tienkartina.wordpress.com /2010/08/21/interferensi-cahaya/ diakses 23 Maret 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Materi Ajar Fisika Kurikulum Merdeka