Interferensi
Cahaya
Interferensi
adalah penjumlahan superposisi dari dua gelombang
cahaya atau lebih yang menimbulkan pola gelombang yang baru.
Interferensi terjadi jika terpenuhi dua
syarat berikut ini:
1.
Kedua gelombang cahaya harus koheren, dalam arti bahwa
kedua gelombang cahaya harus memiliki beda fase yang selalu tetap, oleh sebab
itu keduanya harus memiliki frekuensi yang sama.
2.
Kedua gelombang cahaya harus memiliki amplitude yang
hampir sama.
Jika kedua gelombang
yang terpadu sefase, maka terjadi interferensi konstruktif (saling menguatkan).
Gelombang resultan memiliki amplitudo maksimum. Jika kedua gelombang yang
terpadu berlawanan fase, maka terjadi interferensi destruktif (saling
melemahkan). Dengan kata lain jika beda fasenya adalah 180 derajat, maka kedua
gelombang saling menghilangkan. Gelombang resultan memiliki amplitudo nol.
Interferensi
cahaya bisa terjadi jika ada dua atau lebih berkas sinar yang bergabung. Jika
cahayanya tidak berupa berkas sinar, maka interferensinya sulit diamati.
Interferensi cahaya sulit diamati karena dua alasan:
- Panjang gelombang cahaya sangat pendek, kira-kira 1% dari lebar rambut.
- Setiap sumber alamiah cahaya memancarkan gelombang cahaya yang fasenya sembarang (random) sehingga interferensi yang terjadi hanya dalam waktu sangat singkat.
Untuk menghasilkan pasangan sumber cahaya kohern agar dapat
menghasilkan pola interferensi adalah :
- Sinari dua (atau lebih) celah sempit dengan cahaya yang berasal dari celah tunggal (satu celah). Hal ini dilakukan oleh Thomas Young.
- Dapatkan sumber-sumber kohern maya dari sebuah sumber cahaya dengan pemantulan saja. Hal ini dilakukian oleh Fresnel. Hal ini juga terjadi pada pemantulan dan pembiasan (pada interferensi lapisan tipis).
- Gunakan sinar laser sebagai penghasil sinar laser sebagai penghasil cahaya kohern.
Pola
interferensi dua cahaya diselidiki oleh Fresnel dan Young. Fresnel melakukan
percobaan interferensi dengan menggunakan rangkaian dua cermin datar untuk
menghasilkan dua sumber cahaya kohern dan sebuah sumber cahaya di depan cermin.
Young menggunakan celah ganda untuk menghasilkan dua sumber cahaya kohern.
1. Percobaan Fresnel
Gambar 8. Diagram eksperimen
interferensi Fresnel.
Bayangan
sumber cahaya monokromatis S0 oleh kedua cermin (S1 dan S2) berlaku sebagai 2
sumber cahaya kohern yang pola interferensinya ditangkap oleh layar.
Pada gambar diatas, sumber cahaya
monokromatis S0 ditempatkan di depan dua cermin datar yang
dirangkai membentuk sudut tertentu. Bayangan sumber cahaya S0 oleh
kedua cermin, yaitu S1dan S2 berlaku
sebagai pasangan cahaya kohern yang berinterferensi. Pola interferensi cahaya S1dan
S2ditangkap oleh layar.
Jika terjadi interferensi
konstruktif, pada layar akan terlihat pola terang. Jika terjadi interferensi
destruktif, pada kayar akan terlihat pola gelap.
2. Interferensi celah ganda
Young
Pada eksperimen Young, dua sumber
cahaya kohern diperoleh dari cahaya monokromatis yang dilewatkan dua celah. Kedua
berkas cahaya kohern itu akan bergabung membentuk pola-pola interferensi
Gambar
9. Skema eksperimen Young
Inteferensi maksimum (konstruktif)
yang ditandai pola terang akan terjadi jika kedua berkas gelombang fasenya
sama. Ingat kembali bentuk sinusoidal fungsi gelombang berjalan pada grafik
simpangan (y) versus jarak tempuh (x). Dua gelombang sama fasenya
jika selisih jarak kedua gelombang adalah nol atau kelipatan bulat dari panjang
gelombangnya.
Gambar
10. Selisih lintasan kedua berkas adalah d sin θ
Berdasarkan gambar di atas, selisih
lintasan antara berkas S1dan d sin θ, dengan d adalah
jarak antara dua celah.
Jadi interferensi maksimum (garis
terang) terjadi jika
d sin θ = n λ, dengan n =0, 1, 2, 3, …
Pada perhitungan garis terang menggunakan
rumus di atas, nilai n = 0 untuk terang pusat, n = 1 untuk terang
garis terang pertama, n = 2 untuk garis terang kedua, dan seterusnya.
Interferensi minimum (garis gelap)
terjadi jika selisih lintasan kedua sinar merupakan kelipatan ganjil dari setengah
panjang gelombang. Diperoleh,
d sin θ = (n – ½ )λ, dengan n =1, 2, 3, …
Pada perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas, n
= 1 untuk terang garis gelap pertama, n = 2 untuk garis gelap kedua, dan
seterusnya. Tidak ada nilai n = 0 untuk perhitungan garis gelap
menggunakan rumus di atas.
3.
Interferensi pada lapisan tipis
Interferensi dapat terjadi pada
lapisan tipis seperti lapisan sabun dan lapisan minyak. Jika seberkas cahaya
mengenai lapisan tipis sabun atau minyak, sebagian berkas cahaya dipantulkan
dan sebagian lagi dibiaskan kemudian dipantulkan lagi. Gabungan berkas pantulan
langsung dan berkas pantulan setelah dibiaskan ini membentul pola interferensi.
Gambar
11. Interferensi cahaya pada lapisan tipis
Seberkas cahaya jatuh ke permukaan
tipis dengan sudut datang i. Sebagian berkas langsung dipantulkan oleh
permukaan lapisan tipis (sinar a), sedangkan sebagian lagi dibiaskan dulu ke
dalam lapisan tipis dengan sudut bias r dan selanjutnya dipantulkan
kembali ke udara (sinar b).
Sinar pantul yang terjadi akibat
seberkas cahaya mengenai medium yang indeks biasnya lebih tinggi akan mengalami
pembalikan fase (fasenya berubah 180o), sedangkan sinar pantul dari
medium yang indeks biasnya lebih kecil tidak mengalami perubahan fase. Jadi,
sinar a mengalami perubahan fase 180o, sedangkan sinar b tidak
mengalami perubahan fase. Selisih lintasan antara a dan b adalah 2d cos
r.
Oleh karena sinar b mengalami
pembalikan fase, interferensi konstruktif akan terjadi jika selisih lintasan
kedua sinar sama dengan kelipatan bulat dari setengah panjang gelombang (λ).
Panjang gelombang yang dimaksud di sini adalah panjang gelombang cahay pada
lapisan tipis, bukan panjang gelombang cahaya pada lapisan tipis dapat
ditentukan dengan rumus:
λ = λ0/n.
Jadi, interferensi konstruktif (pola
terang) akan terjadi jika
2d cos r = (m – ½ ) λ ; m =
1, 2, 3, …
dengan m = orde interferensi.
interferensi destruktif (pola gelap)
terjadi jika
2d cos r = m λ ; m = 0, 1, 2, 3,
…
4. Cincin Newton
Fenomena
cincin Newton merupakan pola interferensi yang disebabkan oleh pemantulan
cahaya di antara dua permukaan, yaitu permukaan lengkung (lensa cembung) dan
permukaan datar yang berdekatan. Ketika diamati menggunakan sinar monokromatis
akan terlihat rangkaian pola konsentris (sepusat) berselang-seling antara pola
terang dan pola gelap.
Jika
diamati dengan cahaya putih (polikromatis), terbentuk pola cincin dengan
warna-warni pelangi karena cahaya dengan berbagai panjang gelombang
berinterferensi pada ketebalan lapisan yang berbeda. Cincin terang terjadi
akibat interferensi destruktif.
Gambar
12. Pola cincin newton hasil interferensi
Cincin di bagian luar lebih rapat
dibandingkan di bagian dalam. Dengan R adalah jari-jari kelengkungan
lensa, dan panjang gelombang cahaya dalam kaca adalah λ, radius cincin
terang ke-n, yaitu rn dapat dihitung dengan rumus
dengan m = 1, 2, 3, … adalah
nomor urut cincin terang.
Sedangkan radius cincin gelap ke-n,
yaitu rn dapat dihitung dengan rumus
dengan m = 1, 2, 3, … adalah nomor
urut cincin gelap.
Perlu diingat bahwa panjang
gelombang λ pada persamaan di atas adalah panjang gelombang cahaya dalam
kaca (lensa) yang dapat dinyatakan dengan: λ = λ0/r, di mana λ0
adalah panjang gelombang cahaya di udara dan n adalah indeks bias kaca (lensa)
Sumber :
Anonim. 2013. (http://fisikamemangasyik.wordpress.com/fisika-3/optik-fisis/d-interferensi-cahaya/
diakses 23 Maret 2013)
Anonim. 2013. Interferensi Cahaya. (http://smart-pustaka.blogspot.com/search/label/interferensi-cahaya/
diakses 23 maret 2013)
Anonim. 2013. http://fisikon.com/kelas3/index.php?option=com_
content&view= article&id=39:interferensi
-cahaya-&catid=6:gelombang-cahaya&Itemid=88
diakses 23 Maret 2013)
Fendi dan Purwoko. 2009
. Physics for Senior High School Year XII.
Jakarta : Yudhistira.
Kanginan, Marthen. 2006
. Fisika untuk SMA Kelas XII. Jakarta
: Penerbit Erlangga.
Tienkartina. 2010. Interferensi Cahaya. (http://tienkartina.wordpress.com
/2010/08/21/interferensi-cahaya/ diakses 23
Maret 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar